Ada Syukurku di Tiap Langkah Perkembangan Anakku

“Anakku pemaluuu sekali. Ia juga belum berani masuk ke kelas tanpa menangis. Malu rasanya, padahal anak-anak yang lain sudah tidak ada yang menangis lagi,” seorang Ibu muda bercerita kepada teman-temannya. Maka celotehan dari para Ibu lain pun tak ada habisnya.
“Kalau anakku itu tidak pernah bisa diam! Jadi kalau diberi tugas oleh gurunya juga tidak fokus mengerjakan. Malah senangnya panjat ini dan itu. Pagar lah, pohon lah, sampai lemari pajangan neneknya! Mertuaku sampai histeris melihatnya. Maklum, ia mengumpulkan pajangan itu dari berbagai negara bertahun-tahun.”
Anakku begini, anakku begitu. Itulah topik favorit apabila orangtua berkumpul dan saling bercerita. Tidak ada yang salah. Bukankah kita memang senang menceritakan sesuatu yang menurut kita paling berharga?
Namun satu hal yang perlu sama-sama kita ingat. Bahwa setiap anak memiliki fase perkembangannya masing-masing. Tidak perlu membandingkan anak kita dengan anak orang lain. Pun demikian, tidak usah membandingkan anak orang lain dengan standar kita. Setiap anak istimewa dan berharga.
Tugas kita sebagai orangtua hanyalah berusaha, berdoa, bersabar, dan bersyukur. Berusaha memberi pendidikan dan pengasuhan terbaik bagi tumbuh kembang anak. Juga berdoa agar Sang Pemberi Amanah menguatkan dan membimbing kita dalam setiap langkah perkembangan anak. Bersabar mendidik anak dengan segala cobaannya. Juga bersyukur dalam setiap langkah perkembangan sang anak.
Visi Mungilmu adalah menjadi sahabat Anda yang sedang berusaha menjalankan peran sebagai orangtua terbaik bagi anak Anda. Kami bersyukur bertemu dengan para orangtua yang senantiasa berusaha menambah ilmu. Kali ini kita akan sama-sama belajar mengenai aspek-aspek yang perlu dioptimalkan selama tumbuh kembang anak. Ada beberapa aspek perkembangan yang perlu distimulus di usia dini, di antaranya adalah kemampuan motorik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional.
1. Kemampuan Motorik
Ketika anak dengan gembira melompat, berlari keliling ruangan, memanjat, mencoret-coret tembok, mengaduk-aduk makanannya, merobek buku, rasanya kepala orangtua pun ikut berputar-putar. Pusing! Padahal, semua itu adalah bagian dari kerja luar biasa yang ada dalam diri Ananda, yaitu kemampuan motorik.
Apakah itu? Perkembangan motorik merupakan gerak koordinasi dari sensori, syaraf, dan otot. Kemampuan motorik dibagi menjadi dua, yaitu motorik kasar dan halus. Gerakan seperti berlari dan melompat adalah contoh dari motorik kasar. Motorik kasar melibatkan otot besar. Anak dapat berlari, memanjat, dan melompat lebih jauh atau cepat disebabkan tulang dan otot mereka yang kuat, juga sistem pernafasan yang masih baik. Sedangkan motorik halus, seperti mengancingkan baju dan menggambar, melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan.
Maka ketika anak Anda melakukan hal-hal yang membuat Anda pusing, lakukanlah hal ini; tarik napas panjang. Bersyukurlah karena mereka dianugerahi kemampuan motorik baik. Lalu carikan aktivitas bermain dan belajar yang aman dan menyenangkan untuk mereka.
2. Kemampuan Kognitif
Ketika Anda berada pada posisi saat ini, yaitu orang dewasa yang telah mampu berpikir secara logis, menganalisis situasi, dan memahami bidang keilmuan yang Anda geluti, sesungguhnya ini merupakan hasil dari proses panjaaaaang yang berlangsung sejak Anda lahir. Begitu pula anak Anda. Mereka tentu tidak akan langsung bisa membaca, menulis, menghitung, menganalisis, berpikir logis dan simbolis, serta kegiatan berpikir lainnya tanpa melalui tahapan-tahapan.
Apa saja tahapan yang akan dilalui anak Anda terkait kemampuan berpikir atau kognitifnya? Berdasarkan Teori Piaget, ada empat tahap perkembangan kognitif. Pertama, sensorimotor di usia 0-2 tahun. Pada tahap ini, bayi belajar mengenal dirinya dan dunia sekitar melalui aktivitas sensori dan motor. Ruang geraknya masih sebatas yang dekat saja.
Kedua, pra-operasional, tahap perkembangan di usia 2-7 tahun. Piaget menyebut tahap ini dengan pra-operasional karena di usia ini anak masih belum siap untuk terlibat dengan pemikiran abstrak yang memerlukan proses berpikir yang rumit dan masih belum dapat menggunakan logika. Namun, terjadi kemajuan dalam pemikiran simbolik ketika anak mampu mengingat dan berpikir sesuatu yang tidak hadir secara langsung. Sebagai contoh, anak mulai senang bermain peran dan imajinasi.
Ketiga, konkret operasional, usia 7-11 tahun. Pemikiran logis mulai berkembang seperti menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah tapi, belum pada tahap pemikiran abstrak. Keempat, tahap formal operasional berkembang sekitar usia 11 tahun ketika anak mampu berpikir abstrak.
3. Kemampuan Bahasa
Anak mengoceh, berteriak, mengikuti apa saja yang dia dengar, tertawa, menangis, mendengar, semua adalah bagian dari aspek perkembangan bahasa. Semakin banyak anak diajak bicara, banyak dibacakan buku, banyak berinteraksi dengan teman, dan tidak terlalu banyak menonton televisi atau video, maka kemampuan memahami dan mengungkapkan bahasa sang anak akan semakin baik.
Secara umum, pada umur 3 tahun, anak tahu dan dapat menggunakan 900-1.000 kata. Sedangkan di umur 6 tahun, anak sudah dapat berbicara dalam kalimat menggunakan 2.600 kata dan paham lebih dari 20.000 kosa kata (Papalia & Feldman, 2012).
Dalam tata bahasa, anak usia 3 tahun mulai mahir berbicara kalimat yang pendek dan sederhana. Mulai menggunakan kata kepemilikan, jamak, dan mengerti perbedaan aku, kamu, dan kita. Untuk anak umur 4 dan 5, mampu merangkai empat sampai lima kata dalam satu kalimat. Di usia 5 hingga 7 tahun, anak bisa berbicara dalam kalimat yang rumit dan panjang seperti orang dewasa.
Namun, tidak perlu terlalu khawatir apabila anak berusia di bawah tiga tahun perkembangan bahasanya tidak sepesat teman-temannya. Lakukan stimulus terbaik bagi sang anak. Apabila terdapat tanda-tanda bahaya gangguan komunikasi, maka anak perlu bantuan dokter atau psikolog. Luangkanlah waktu untuk berkonsultasi dengan para tenaga ahli tersebut. Apa saja tanda bahaya gangguan komunikasi?
Bayi 4–6 bulan; tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya; pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh.
Bayi 8–10 bulan; usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian; usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya; 9-10 bulan, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis.
Anak 12–15 bulan; usia 12 bulan belum menunjukkan mimik, belum mampu mengeluarkan suara, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu; usia 15 bulan belum mampu memahami arti "tidak boleh", belum dapat mengucapkan 1-3 kata.
Anak 18–24 bulan; usia 18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata, belum dapat mengikuti perintah sederhana; 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat, tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya.
Anak 30–36 bulan; tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga.
Anak 3–4 tahun; usia 3 tahun tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya; usia 4 tahun masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.
4. Kemampuan Sosial-Emosional
Sebelum menjadi orangtua, mungkin kita tidak terlalu sadar akan kebiasaan baik dan buruk yang kita miliki. Namun ketika ada sepasang mata jernih milik anak kita yang kini mengawasi hampir setiap saat, ternyata sikap dan perilaku kita tercermin pada diri mereka. Karena itulah, aspek perkembangan sosial, emosional, kemandirian yang terjadi di masa keemasan sang anak menjadi peletak dasar karakter mereka selanjutnya.
Maka selain berusaha menjadi teladan terbaik bagi anak, kita memang perlu memberi stimulus positif bagi anak. Jangan sampai anak belajar mengenai apa yang baik dan buruk baginya dari tontonan televisi yang tidak bermanfaat. Peluk anak kita, gandeng, dan tuntun agar mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang menghargai dirinya dan orang lain, yang mampu bersosialisasi dengan baik dan santun, yang mampu mengelola emosi diri, yang mampu mengembangkan potensinya menjadi hal-hal bermanfaat.
Untuk mencapai semua itu, tentulah anak-anak perlu proses panjang. Di usia dini, anak-anak belajar bersosialisasi, menumbuhkan keterampilan interpersonal, beradaptasi dengan lingkungan, dan belajar menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam perkembangan emosional di usia dini, anak juga belajar mengetahui berbagai macam emosi yang ada dalam dirinya dan mengekspresikannya dengan tepat. Semua ini tentu butuh waktu. Maka mendampingi mereka melewati fase-fase ini dengan senantiasa bersabar dan bersyukur adalah hal terbaik yang dapat kita berikan untuk mereka.
Semoga tulisan ini bermanfaat dalam memahami aspek-aspek perkembangan anak yang disebutkan dalam paket Mungilmu. Selamat menjelajah dunia bersama Ananda! Salam hangat dari tim Mungilmu.