800794106728321
top of page
Search

Tantangan Mendidik Anak di Era Digital



Era digital merupakan istilah yang digunakan dalam kemunculan digital, jaringan internet, atau lebih khusus lagi teknologi informasi (www.winstarlink.com). Era digital ditandai dengan adanya teknologi, di mana terjadi peningkatan pada kecepatan dan arus pergantian pengetahuan dalam ekonomi dan kehidupan masyarakat (www.igi-global.com).

Studi di Indonesia menyebutkan setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet, di mana 80% responden menggunakan internet untuk mencari data dan informasi, 70% untuk bertemu teman online melalui platform media sosial, 65% untuk musik, dan 39% untuk situs video. 24% berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal dan 25% memberitahukan alamat dan nomor telepon mereka. 52% menemukan konten pornografi melalui iklan atau situs yang tidak mencurigakan dan 14% mengakui telah mengakses situs porno secara sukarela. Hanya 42% responden yang menyadari risiko ditindas secara online dan 13% di antaranya telah menjadi korban. (400 subyek usia 10-19 tahun, Sumber: Unicef dan Kemenkominfo, 2014)

Kesimpulannya: Digital/teknologi merupakan bagian dari gaya hidup anak-anak kita, bahkan diri kita sendiri.

Tak bisa dipungkiri bahwa banyak manfaat dan sisi positif dari teknologi digital ini, antara lain: Membantu proses belajar, membangun kreativitas, mempermudah komunikasi, mendorong pertumbuhan usaha, memfasilitasi layanan publik, bahkan dengan mudah dan cepat dapat menghimpun beragam gerakan sosial. Teknologi memudahkan dan mempercepat segalanya.

Namun, sisi negatif era digital pun tak kalah banyaknya, antara lain: 

1. Menurunnya prestasi belajar karena penggunaan yang berlebihan

2. Membatasi aktivitas fisik yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak

3. Perkembangan keterampilan sosial dan bahasa anak yang terhambat karena sudah dikenalkan dengan gadget dini (terutama usia di bawah 2 tahun)

4. Perkembangan otak tidak maksimal karena stimulasi perkembangan tidak balance

5. Masalah kesehatan mata (seharusnya screen time dibatasi maksimal 2 jam per hari)

6. Masalah konsentrasi

7. Masalah tidur, jumlah waktu tidur dan kualitas tidur yang kurang (akibat isi dari tontonan)

8. Tidak ada privacy, memungkinkan pengambilan data pribadi, predator anak, cyber bullying, dll

9. Masalah pornografi, kekerasan, atau penanaman nilai negatif

Tanda-tanda kecanduan teknologi:

1. Ledakan emosi jika dipisahkan dari gadget

2. Tidak tertarik pada aktivitas non-gadget

3. Prestasi menurun

4. Enggan bersosialisasi karena lebih tertarik pada gadget

5. Rutinitas terganggu (pola makan, minum, tidur, ke kamar mandi, dll)

6. Berbohong mengenai penggunaan gadget

7. Topik pembicaraan hanya seputar gadget

Mengapa kecanduan mudah terjadi pada anak-anak?

Bagian otak anak yang bernama prefrontal korteks belum berkembang optimal, di mana bagian ini baru berkembang optimal pada usia 25 tahun. Bagian ini menjalankan fungsi perencanaan, penilaian, baik-buruk/norma sosial, pertimbangan konsekuensi, pengambilan keputusan, bekerja mengacu pada tujuan, memprediksi hasil, dan mengendalikan keinginan. Teknologi/gadget seringkali memberikan efek rewarding yang membuat cairan dopamin membanjiri bagian ini sehingga fungsinya terganggu.

Lalu, bagaimana solusinya?

Yang harus kita lakukan sebagai orang tua adalah: Hidup Seimbang dan Menjadi Orang Tua yang Hangat, Ahli, dan Playful sehingga Mudah Menanamkan Nilai Positif.

Hidup Seimbang

1. Adanya sinergi dan keseimbangan peran pengasuhan antara ibu dan ayah

2. Orang tua menjadi role model yang "seimbang" baik dalam hal pekerjaan-keluarga, penggunaan teknologi vs non teknologi, dll

3. Usahakan jenis aktivitas bersama keluarga seimbang

Menjadi Orang Tua yang Hangat

1. Aman tanpa kekerasan: baik kekerasan fisik, emosional, verbal, seksual, pengabaian

2. Kasih sayang fisik: belaian, peluk, cium, tepukan ringan pada punggung/kepala, dll

3. Komunikasi positif: agar anak merasa dihargai, dipahami, dan diperlakukan secara adil, sehingga terbentuklah pribadi yang positif. Komunikasi positif ini meliputi:

- Berkata jujur namun asertif

- Memperhatikan volume, intonasi, dan ekspresi wajah

- Menghindari penilaian, menggantinya dengan observasi perilaku

- Memperlakukan setiap anak secara unik, tidak membandingkan

- Menghindari perintah, menggantinya dengan alasan atas suatu aturan dan pilihan

- Mengganti nasihat dengan refleksi pengalaman orang tua

- Kesalahan tidak masalah, yang terpenting adalah pembelajaran dan solusi

Menjadi Orang Tua yang Ahli

1. Ahli tentang anak kita, yaitu memahami kebiasaan, sifat, dan kemampuannya

2. Ahli agama, yaitu memahami ajaran agama, mengajarkan, dan menerapkan dalam rutinitas

3. Ahli parenting, yaitu belajar terus cara mengasuh anak yang tepat dan perkembangan anak di masanya

4. Ahli teknologi, terutama tentang teknologi yang biasa digunakan oleh anak atau anak kebanyakan di range usianya

Menjadi Orang Tua yang Playful

1. Mencari tahu hobi, minat, topik, atau aktivitas kesukaan anak

2. Aktif browsing mengenai aktivitas terkait

3. Melakukan bersama anak aktivitas tersebut

4. Menjadi teman yang asyik dan saling menghargai

Menanamkan Nilai Positif

1. Berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak dan memiliki prinsip agar tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif lingkungan. Caranya adalah dengan sering mengajak anak kita berdiskusi tentang hal positif dan negatif beserta alasan dan bukti konkrit kasus nyata, memberi kesempatan pada anak untuk beropini dan menghargai pendapatnya, melatih anak mengambil keputusan dengan melakukan pertimbangan sesuai usia, dan terbuka akan kritik.

2. Mengembangkan rasa tanggung jawab pada anak, agar ia mempertimbangkan dengan matang suatu tindakan sebelum mengambilnya dan mau menerima konsekuensi agar ada "guilty feeling" ketika melakukan kesalahan. Caranya adalah dengan mengajarkan dan memberi kesempatan pada anak untuk melakukan tugas-tugasnya secara mandiri, memberikan tugas rumah tangga sesuai usia, tidak mengambil alih tugas atau kesalahan, menganggap kesalahan sebagai peluang untuk belajar, dan mau mengakui jika orang tua melakukan kesalahan.

3. Menerapkan nilai mendasar secara rutin di rumah (contoh: nilai-nilai agama).

4. Mendorong anak untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya dalam kegiatan non gadget.

5. Membuat kesepakatan dalam penggunaan gadget:

- Diskusikan mengapa harus ada kesepakatan

- Apa yang saling diharapkan

- Buat kesepakatan aturan apa yang boleh dan tidak boleh, berapa lama, dll. Buat secara spesifik/konkrit dan tertulis. Termasuk konsekuensi jika dilanggar.

- Pastikan anak paham, review secara berkala aturan dan apresiasi

Penanaman nilai yang dapat diatur dalam kesepakatan:

- Letak perangkat komputer/penggunaan handphone orang tua oleh anak hanya di ruang tengah

- Maksimal screen time 2 jam sehari, termasuk menonton televisi

- Ajari anak menghargai diri sendiri dan orang lain, termasuk menjaga area pribadi

- Bagaimana membedakan orang asing, teman, sahabat, dan saudara, serta data apa saja yang dapat diberikan kepada orang lain

- Jelaskan dampak negatif aplikasi tertentu dengan bahasa yang mudah dipahami anak (contoh kasus konkrit)

- Buat list website apa yang boleh atau tidak boleh diakses

- Jika perlu, gunakan aplikasi handphone yang dapat membatasi pemakaian anak atas situs-situs yang dapat memberi dampak negatif. Contoh: Kakatu, Norton Family Parental Control, Kids Place-Parental Control, dll

"Era digital tidak perlu disikapi dengan kekhawatiran yang berlebihan, namun sebaliknya dimanfaatkan dengan optimal untuk menunjang perkembangan anak. Yang utama adalah hidup seimbang serta jadilah orang tua yang Hangat, Ahli, dan Playful, sehingga akan mudah menanamkan nilai-nilai kehidupan yang positif sebagai bekal anak menghadapi era digital." (Ditha Rachman, M. Psi, 2016)

431 views0 comments

Recent Posts

See All